Mesjid Sultan Salahuddin
Mesjid Sultan Salahuddin
Mesjid Sultan Salahuddin tidak terlalu besar namun mesjid ini punya sejarah panjang. Membicarakan Asi Mbojo mau tidak mau harus menengok sejarah mesjid ini. Betapa tidak, mesjid ini merupakan satu kesatuan dengan alun - alun dan istana Bima. Keadaannya yang utuh dan mendekati bangunan asli sekarang adalah berkat usaha Hj. St. Maryam R. Salahuddin. Mesjid bukan hanya direhab tapi dibangun sesuai aslinya.
Sultan kedua, Abdul Khair Sirajuddin merintis pembangunan mesjid ini pada 15 Rajab 1050 Hijriyah (25 Juli 1649). Mesjid ini berdiri setelah 29 tahun berdiri Mesjid Kalodu sebagai mesjid pertama di Bima. Menurut BO, semula letaknya di kampung Temba Dumpu, Sultan pertama, Abdul Kahir tidak sempat menyaksikan pembangunan mesjid ini karena beliau wafat tahun 1640.
Pekerjaan pembangunan mesjid ini dipimpin oleh Qadi / Lebe Sape Abdurrahim serta Sara Hukum. Mesjid ini merupakan mesjid kesultanan yang pertama maka pembangunannya dikerjakan menurut tertib Rawi Sara oleh rakyat / masyarakat Bima.
Mesjid ini dibangun dengan bahan-bahan yang terdiri dari kayu yang diambil dari Monggolewi dan Tololai. Atapnya Sante khusus dibuat oleh orang-orang dari Ngaji. Biaya pembangunan bersumber dari pada Taki Pajakai dan waca Rima Bicarakai serta ana Ngaji.
Islam memang terus tumbuh mengesankan di Bima. Sejalan dengan itu mesjid kian bertambah. Maka tak berselang lama, setelah berdirinya Mesjid Kesultanan, mesjid Jami di Bugis berdiri dan dibangun pada hari senin, 10 Ramadhan 1055 H.
Pintu masuknya Islam di Bima memang di bagian timur daerah ini sehingga tak mengherankan kalau konsentrasi masyarakat Islam ada di sini. Ini antara lain dibuktikan dengan dibangunnya lagi satu mesjid di Kambilo, Wawo. Pembangunan mesjid tersebut mulai Ahad, 14 Syawal 1056 Hijriyah atau bertepatan dengan 30 Oktober 1645.
Dalam kurun waktu selama 106 tahun hingga masa pemerintahan Sultan Abdul Qadim (1751-1773) telah banyak mesjid yang dibangun dan beliau pun membangun sebuah mesjid yang cukup monumetal yaitu mesjid Kesultanan di kampung Sigi Paruga. Saat membangun mesjid ini beliau dibantu oleh Wajir Ismail.
Menurut sejarah, mesjid kesultanan sebenarnya telah dibangun oleh moyang Abdul Qadim yakni Abdul Khair Sirajuddin di Temba Dumpu. Untuk tidak mengurangi nilai historis mesjid lama maka Abdul Qadim dengan bijaksana memindahkan mesjid lama ke dekat Istana Bima. Akan tetapi ada versi lain dari para sejarahwan bahwa Abdul Qadim tidak memindahkan mesjid lama tetapi membangun yang baru.
Lontara No. 152 dan BO Bumi Luma Rasanae M. Jafar yang kini ada I koleksi Arsip Negara Benteng Ujung Pandang, memperkuat adanya aktifitas pemindahan mesjid bersejarah ini. Dikatakan bahwa pemindahan dan perbaikan Mesjid Jami Kesultanan Bima dari kampung Temba Dumpu ke Kampung Nanga (sekarang kampung Sigi) dilakukan selama lima bulan.
Pembongkaran berlangsung selama beberapa bulan dari bulan Desember 1778 hingga 20 Dzulqaidah 1192 H. Pembangunan kembali dilakukan setahun kemudian pada tanggal 24 Muharram 1193 H (5 Januari 1779).
Lontara dengan jelas menggambarkan bagaimana prosesi pembongkaran dan pemindahan dan pembangunan kembali mesjid ini secara bertahap. Untuk menaikan atap mesjid secara khusus dilakukan oleh orang - orang yang didatangkan dari Surabaya pada tanggal 25 April 1979 (7 Rabiul Akhir 1139 H).
Dijelaskan juga setelah mesjid berdiri dengan baik maka tahun - tahun selanjutnya mengalalami rehab maupun renovasi yang dilakukan oleh Sultan Abdul Hamid Muhammadsyah, anak Sultan Abdul Qadim. Tragedi pemboman sekutu pada perang dunia ke II mengakhiri riwayat mesjid ini. Mesjid pun menjadi hancur dan yang tersisa hanya mihrabnya.
Menurut lukisan A.J. Bik tahun 1858 mengenai Teluk Bima tampak bahwa mesjid Kesultanan yang kini bernama Mesjid Sultan Muhammad Salahuddin memiliki atap bersusun tiga, ddalah ahli waris Kesultanan Bima Putri Maryam dengan segala daya upaya berusaha mengumpulkan dana untuk menegakkan kembali bukti kejayaan Islam di Bima tersebut. Berkat jasa dan upaya beliau, mesjid ini kembali dibangun pada tahun 1990.
Sultan Muhammad Salahuddin mengambil inisiatif mendirikan lagi mesjid Kesultanan yang baru di sebelah Timur Istana. Mesjid tersebut adalah Mesjid Agung Al-Muwahiddin serta mesjid Raya Baitul Hamid. Selama masa pemerintahannya Sultan Muhammad Salahuddin banyak membangun sarana ibadah di luar kedua mesjid utama tersebut. Sultan bahkan membangun mesjid jami’ di tiap kota kecamatan.